Langsung ke konten utama

Kembali Kepada Dalil Ketika Berselisih Pendapat

Jika ada perbedaan pendapat, kembalikanlah kepad Allah dan rasul-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً)
      
Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri diantara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).

Kami telah mendengar dan membaca, bahwa ada orang yang mengatakan perbedaan pendapat itu rahmat dan mengambil salah satu pendapat dalam khilafiyah di dalamnya ada kemudahan bagi manusia. Maka kami katakan kepada mereka:

Pertama: Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

(فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ)
         
Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya

Maksudnya kembali kepada Allah adalah kembali kepada Al Qur’an dan kembali kepada Rasul adalah kembali kepada As Sunnah. Dan yang menguasai hal itu adalah para ulama yang mengkhususkan diri dalam ilmu agama.

Kedua: keringanan dan kemudahan itu datang dari syariat Allah dalam kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Adapun mengambil pendapat yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah Rasul itu adalah kebinasaan. Allah Ta’ala berfirman:

(وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
         
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” (QS. Al An’am: 153).

Sebagian ulama mengatakan:

وليس كل خلاف جاء معتبرا إلا خلاف له حظ من النظر
       
“tidak setiap perselisihan yang ada itu dianggap, kecuali perselisihan yang memiliki ruang untuk berijtihad”

Ketiga: kami katakan, mengambil pendapat ulama yang tidak ada dalilnya berarti menjadikan ulama tersebut sebagai rahib-rahib selain Allah. Allah Ta’ala berfirman tentang orang Nasrani:

(اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ)
         
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. At Taubah: 31).

Dan ketika Adi bin Hatim radhiallahu’anhu mendengarkan ayat ini, ia berkata: “wahai Rasulullah, sebenarnya kami tidak menyembah mereka”. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

(أليسوا يحلّون ما حرَّم الله فتحلّونه ويحرِّمون ما أحلَّ الله فتحرِّمونه قال: بلى. قال فتلك عبادتهم)
               
bukanlah para rahib itu menghalalkan yang Allah haramkan dan pengikutnya ikut menghalalkannya, lalu para rahib itu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah lalu para pengikutnya mengharamkannya?”. Hatim menjawab: “Ya”. Rasulullah bersabda: “Maka itulah bentuk penyembahan mereka“.

Dan ada pula orang yang mengatakan bahwa “di masa sekarang ini banyak perselisihan, maka yang lebih tepat adalah kita mengambil pendapat yang sesuai dengan selera orang-orang di zaman ini“. Perkataan ini memiliki makna bahwa syariat tidak cocok untuk semua masa dan tempat. Dan juga bermakna bahwa syariat Allah tidak bersifat umum untuk manusia dari awal hingga akhir yaitu hingga hari kiamat. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

(فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي)
         
barangsiapa yang hidup sepeninggalku, maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafa Ar Rasyidin yang tertunjuki sepeninggalku

Kami juga mendengar ada yang mengatakan bahwa perselisihan itu rahmat. Maka kami katakan, justru rahmat itu dengan persatuan dan bukan dengan perselisihan. Allah Ta’ala berfirman:

(وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ)
         
berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah berpecah-belah” (QS. Al Imran: 103).

dan Ia juga berfirman:

(وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ)
        
dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang kepada mereka penjelasan-penjelasan. Dan bagi mereka itu adzab yang pedih” (QS. Al Imran: 105).

Allah Jalla wa ‘Alaa juga berfirman:

(وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ)
         
dan mereka senantiasa berselisih kecuali orang yang dirahmati Allah” (QS. Huud: 118).

Demikianlah, orang-orang yang mereka tidak saling berselisih ternyata Allah merahmati mereka.

Imam Malik berkata:

(لا يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها)
        
“tidaklah baik generasi terakhir umat ini, kecuali dengan apa yang membuat baik generasi awalnya”

Maka tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta apa yang dipahami oleh Salaful Ummah (3 generasi terbaik) di setiap masa dan setiap tempat. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua yang di dalamnya terdapat kebaikan dan perbaikan.
      
[Selesai]

(Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengingat Kebenaran

Adab berteman, bermasyarakat, atau bersosial merupakan sifat sosial manusia itu sendiri. Memberikan manfaat sosial terhadap sesama makhluk sosial. Dalam Islam, tugas seorang muslim yaitu dengan memberikan pemahaman yg benar adalah benar, dan salah adalah salah sesuai dengan apa yang ia pahami dalam syariat Islam. Tidak ada maksud maksud lain seperti meggunjing (ghibah), dan memberikan penilaian negatif kepada orang lain tanpa adanya kebanaran yang terjadi, ini bisa menjadi fitnah. Menjadi pemicu kebisingan sosial yang mengganggu keharmonisan dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Dalam Islam ada tradisi 'Saling Mengingatkan' yang berarti mengarahkan kembali kepada garis kebenaran. Dengan tujuan meluruskan yang salah sebagai bentuk manfaat yang diberikan manusia satu terhadap manusia yang lainnnya. Kata 'Saling' mengandung arti hubungan timbal balik. Sebagai contoh, "Jika kamu salah, aku yang akan mengingatkan, atau orang lain yang mengingatkan, dan jika aku salah,

Menaruh Harapan

Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud (Wikipedia). Harapan merupakan hal yang sangat dekat dengan manusia sebagai bentuk dari ekspresi atau keinginan yang akan dicapai. Wujud dari harapan adalah adanya kepercayaan dalam diri bahwa akan ada kebaikan yang datang menghampiri sesuai dengan keinginan hati. Hal ini dinilai sebagai bagian dari ikhtiar yang ditujukan pada pemikiran positif dan optimis akan sesuatu. Pada tanggal 1 Muharram 1439 Hijriah menjadi media untuk berharap, menemani rentetan usaha yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan. Tahun yang lalu merupakan pelajaran penting yang bisa diambil hikmah dari setiap kejadian pahit dan manis yang dialami. Bilamana terdapat kesalahan, cara terbaik yang dilakukan adalah berben