Langsung ke konten utama

Menaruh Harapan

Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud (Wikipedia). Harapan merupakan hal yang sangat dekat dengan manusia sebagai bentuk dari ekspresi atau keinginan yang akan dicapai. Wujud dari harapan adalah adanya kepercayaan dalam diri bahwa akan ada kebaikan yang datang menghampiri sesuai dengan keinginan hati. Hal ini dinilai sebagai bagian dari ikhtiar yang ditujukan pada pemikiran positif dan optimis akan sesuatu.

Pada tanggal 1 Muharram 1439 Hijriah menjadi media untuk berharap, menemani rentetan usaha yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan. Tahun yang lalu merupakan pelajaran penting yang bisa diambil hikmah dari setiap kejadian pahit dan manis yang dialami. Bilamana terdapat kesalahan, cara terbaik yang dilakukan adalah berbenah, mengevaluasi diri agar satu tahun kedepan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Introspeksi diri atau muhasabah untuk mengenali potensi keburukan. Meskipun pada dasarnya setiap hari adalah evaluasi dari hari-hari sebelumnya, namun selama setahun bisa dinilai sejauh mana pencapaian kita dalam membenahi diri. Tujuannya adalah untuk mengukur keseriusan dalam menempa diri kearah yang positif.

Manusia memiliki kemauan yang bermacam-macam, yang diwujudkan melalui doa dan ikhtiar. Diikuti dengan rasa percaya, bahwa keinginan kita akan terjadi dan benar adanya. Kepercayaan itu pantas ditujukan kepada zat yang maha baik untuk menaruh harapan atas segala keinginan, bentuk kepercayaan itu mengenai dampak positif dan negatif yang akan didapat. Terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan akan tetapi justru lebih baik bagi manusia. Allah Subhanahu wata'ala sebagai sebaik-baiknya zat untuk menaruh harapan. Ialah sang pemegang skenario terindah bagi manusia dalam mengarungi perjalanan hidup.

Dalam Islam banyak sekali memuat subtansi kehidupan yang perlu kita renungkan dan dijadikan refleksi. Islam selalu menjadi referensi yang pantas untuk diimplementasikan, hal itu adalah bentuk keberpihakan Islam kepada orang-orang yang mulia. Tujuannya agar supaya menjadikan manusia tidak keluar dari konteks agama, namun menjadikan agama sebagai nafas yang tak bisa sedikitpun untuk ditinggalkan. Ada saat ketika perilaku, pikiran dan emosi yang keluar dari koridor agama yang justru tidak membawa manfaat, maka berharaplah agar hati kita tetap teguh diatas agama Allah.

Menaruh harapan kepada Allah SWT adalah bagian dari Islam. Islam berusaha mendekatkan manusia kepada Tuhan, meskipun begitu terlepas dari sifat sosial manusia memang ditakdirkan tidak sendiri, tergantung keikhlasannya untuk menghambakan dirinya kepada Allah SWT. Tuhan mengabulkan doa-doa dan dekat dengan manusia, tapi mensyaratkan memohon kepada-Nya, menjalan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah [2]: 186).

Dampak positif dari penghambaan kepada Allah serta kepercayaan kepada ayat-ayat-Nya ialah sikap optimisme dalam meraih tujuan, harapan akan keinginan-keinginan, serta menjauhkan diri manusia dari rasa takut, khawatir dan resah. Selain itu memberikan pengaruh yang signifikan, memberikan ketenangan jiwa dalam mengarungi perjalanan hidup ini.  Meskipun pada masa yang terjadi saat ini, kehidupan Islam selalu terasingkan. Menjadi sangat berbeda bagi manusia yang mencoba manjadikan dirinya taat kepada Agama Allah. Akan tetapi ini hanya sebatas ujian, sejauh mana manusia menaruh cintanya kepada Tuhannya. Sekali lagi, berharaplah agar tetap diteguhkan diatas agama Allah.

Selanjutnya adalah sikap Ikhtiar manusia untuk berusaha dekat dengan Tuhan. Manusia diharuskan mencari jalan kebenaran menuju Rabbinya, mendekatkan diri kepada Allah melalui metode yang telah disyariatkan. Sikap ingkar atau ketidakpatuhan akan menerima ganjaran yang setimpal dan terjadwal sesuai yang Allah kehendaki. Patut diketahui bahwa hal ini adalah himbauan yang nyata bagi manusia bahwa setiap perlakuan akan ada konsekuensinya.

Seperti pada Firman Allah SWT dalam Surat Al-Isra' bisa menjadi bahan refleksi:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (QS. Al-Isra' [17]: 57).

Jelas dalam ayat tersebut, Tuhan menunjukkan dan membukakan jalannya, memberikan referensi agar manusia tidak jauh dari koridor Islam. Selain sebagai upaya penyadaran, konteks ayat ini juga mencakup perbandingan antara orang yang lalai (mencari perantata terhadap Allah) dengan mereka yang tanggap untuk merealisasikan amal saleh. Karena inilah bentuk ikhtiarnya, maka disanalah akan terlihat karakter jalan yang dilalui oleh manusia itu.

Setiap usaha yang dilakukan manusia membutuhkan perjuangan keras (jihad), dan Islam pun menjelaskan itu agar manusia tidak salah dalam memahami. Dengan kata lain, perjuangan yang dilakukan manusia sesuai dengan referensi Islam. Bagitu pentingnya sebuah action, karena segala pencapaian dalam hidup bukan hanya tentang berharap. Namun harus ada usaha yang sungguh-sungguh dan timbul dari dalam diri manusia itu sendiri. Jadi, hati dan jiwa sangatlah berperan penting dalam menopang kesuksesan yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.

Firman Allah dalam Surat Ar-Ra'd ayat 11:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

"...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan seuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (QS. Ar-Ra'd [13]: 11).

Jadi, harapan saja tidak cukup untuk merubah apapun, kebutuhan akan adanya ikhtiar memang sangatlah penting. Namun meski demikian dengan berharap kita masih punya keyakinan untuk menghidupkan semangat dan lainnya. Tanpa berharap kita tidak punya keyakinan, dan tanpa keyakinan sama seperti kita sudah mati. Tidak ada yang bisa memagang kendal lebih, artinya antara yang satu dengan yang lain masih berhubungan. Dengam begitu, keduanya harus hidup dalam hati kita, menemani dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Mansyur Efendi
Bondowoso, 21 September 2017
(1 Muharram 1439 Hijriah)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengingat Kebenaran

Adab berteman, bermasyarakat, atau bersosial merupakan sifat sosial manusia itu sendiri. Memberikan manfaat sosial terhadap sesama makhluk sosial. Dalam Islam, tugas seorang muslim yaitu dengan memberikan pemahaman yg benar adalah benar, dan salah adalah salah sesuai dengan apa yang ia pahami dalam syariat Islam. Tidak ada maksud maksud lain seperti meggunjing (ghibah), dan memberikan penilaian negatif kepada orang lain tanpa adanya kebanaran yang terjadi, ini bisa menjadi fitnah. Menjadi pemicu kebisingan sosial yang mengganggu keharmonisan dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Dalam Islam ada tradisi 'Saling Mengingatkan' yang berarti mengarahkan kembali kepada garis kebenaran. Dengan tujuan meluruskan yang salah sebagai bentuk manfaat yang diberikan manusia satu terhadap manusia yang lainnnya. Kata 'Saling' mengandung arti hubungan timbal balik. Sebagai contoh, "Jika kamu salah, aku yang akan mengingatkan, atau orang lain yang mengingatkan, dan jika aku salah,